Minggu, 23 Februari 2014

My Little Cute Nephew.

Name : Arzan Bimo Artanabil.
Born : November 11st, 2013
Current Age : 3 months 3 days

~K~

Rabu, 19 Februari 2014

Morning Silent.

Saya suka ketenangan di pagi hari, saat matahari baru saja menyebarkan sinarnya di atas permukaan bumi, saat burung-burung pagi masih menyanyikan lagu-lagu indah sambil berterbangan atau hinggap pada salah satu dahan pohon di depan rumah, saat udara masih menyisakan dingin, saat embun masih menempel pada dedaunan.

Ya, saya suka ketenangan di pagi hari. Untuk membuat saya kembali merenungi diri tentang apa yang sudah saya lakukan kemarin, tentang apa yang belum saya lakukan kemarin, tentang kesempatan apa yang telah saya lewatkan kemarin, tentang apa yang belum saya lengkapi kemarin.

Saya suka ketenangan di pagi hari. Ketenengan memberikan saya sejenak waktu saat pikiran masih kosong untuk, bersyukur atas nafas yang masih diberikan oleh-Nya, untuk sejenak berfikir tentang rencana apa yang akan saya susun untuk melengkapi yang belum lengkap, untuk melakukan apa yang belum sempat dilakukan, untuk tidak lagi melewati kesempatan, untuk memperbaiki apa yang belum menjadi baik.

Sampai pada titik mulai kembali terdengar suara ibu yang memanggil saya dari dapur, agar saya segera bergegas untuk kembali memulai aktivitas dengan senyum mengembang, semangat yang menggebu, dan hati yang tulus.


~Kiky~

Kamis, 13 Februari 2014

Hei Guys. I missed you.

Tiba-tiba saya merindukan mereka.

Dahulu saya pernah merasa begitu kesal dan tidak senang dengan keputusan dari Ibu yang mendaftarkan saya di sebuah Sekolah Menengah Pertama yang menjadi salah satu sekolah unggulan negeri di bilangan Jakarta Utara.

Tahun 2003 silam, saya menjejaki masa-masa pertama saya menjadi remaja. Hanya dua orang yang saya kenal dari sekian ratus murid-murid baru saat itu. Dan dua orang itu tidak terlalu dekat dengan saya. Mereka satu sekolah dasar dengan saya, tapi bisa dikatakan kami tidak terlalu akrab.

Saya merasa sendirian, berdiri di antara ratusan anak yang benar-benar asing. Di lingkungan yang juga begitu asing. Saya menginginkan bersama teman-teman yang sudah enam tahun bersama saya saat saya masih di Sekolah Dasar. Tapi (katakanlah lagi: takdir) membawa saya di sekolah itu.

Perjalanan saya tidak semudah yang dibayangkan oleh Ibu atau pun keluarga saya yang lain yang mendukung pilihan ibu saya. Saya merasa kecil. Saya merasa di sana bukanlah tempat saya. Saya seperti rumput liar yang merusak keindahan gugusan bunga-bunga yang merekah sempurna.

Satu tahun saya bertahan. Mempertahankan diri. Mencari dan menyukai segala sesuatu untuk tetap membuat saya bertahan.

Saya bukan seseorang berotak encer apa lagi jenius. Diterima di sebuah sekolah unggulan standar nasional untuk saya bisa dibilang sebuah keajaiban.

Sampai akhirnya Tuhan mendengar doa saya dan mempertemukan saya dengan mereka. Dan untuk pertama kalinya saya merasa, saya berada ditempat dimana saya seharusnya berada. Saya merasakan keajaiban yang sesungguhnya.

Teman. Sahabat. Keluarga.

Ya, saya menemukannya.

Kegilaan bersama mereka adalah satu-satunya hal yang paling saya syukuri. Haha. Dan mereka yang telah membuat saya menjadi gila. Dan saya mensyukurinya. :)

Hal-hal yang mungkin tidak masuk akal, menjadi masuk akal bersama mereka. Saya benar-benar bersyukur karena Tuhan mengeratkan tali-tali yang menghubungkan kami satu sama lain sekali pun kami terpisah oleh jarak setelah lepas dari seragam putih-biru.

Pada masa putih-abu-abu, saya kembali bertemu dengan beberapa dari teman-teman 'gila' saya. Dan hal itu membuat saya yakin, bahwa ini semua adalah rencana Tuhan, selalu mempersatukan beberapa dari kami dengan beberapa dari kami agar kami tetap bersama dalam sebuah ikatan dan kenangan.

Putih-abu-abu, selain menyatukan saya dengan beberapa orang gila itu, saya dipertemukan dengan orang gila lainnya. Ha! Ternyata hidup saya dikelilingi oleh 'orang-orang gila' yang membuat saya 'gila' dan menikmati hidup yang tidak mudah. Menghargai setiap detik yang saya lewati. Tawa bersama mereka yang mengajarkan saya bahwa segala sesuatu yang begitu berat menjadi tidak berarti apa-apa jika tertawa. Ya, maka saya tertawa. Maka kini banyak yang bilang saya gila.

Namun seiring berotasinya waktu, berubahnya jaman, dan jarak yang semakin panjang diantara kami membuat saya tidak bisa sesering dulu menggila bersama mereka.

Saya yang kini semakin dibebani oleh tanggung jawab akan masa depan, juga mereka, semakin terkukung. Dan waktu yang telah meninggalkan masa kini hanya menyisakan kenangan. Ah, beruntungnya mereka yang masih berdekatan dan tidak dipisahkan jarak.

Sementara saya, jarak kini menjadi musuh yang tidak pernah ingin berdamai, kecuali jika saya nekat melepas sejenak tanggung jawab.

Ya, saya sangat merindukan mereka. Tawa besama mereka. Melupakan beban masa depan untuk sejenak bersama mereka. Berbicara hal-hal yang tidak pernah masuk akal untuk orang lain, namun sangat masuk akal bagi saya dan juga mereka. Tertawa bahkan untuk hal yang terlalu datar untuk ditertawakan oleh orang awam.










Kini, kenangan berserakan di belakang waktu yang telah bergulir. Saya kembali merindukan semua itu saat saya untuk beberapa saat meluangkan waktu dari padatnya beban untuk memunguti semua memori itu.

Jika saja Tuhan tidak membuat Ibu memberikan keputusan untuk saya bersekolah di sana, mungkin saat ini saya tidak mempunyai kenangan yang membuat saya tersenyum bahkan tertawa (sendiri).

Terima Kasih Tuhan. Terima kasih Ibu.

Saya merindukan mereka.


~K~