Senin, 27 Mei 2013

Belum Ingin Mencari dan Belum Ingin Dicari.

here

Siang tadi seorang teman - seorang senior - menyapa saya yang baru saja menghabiskan semangkuk bakso gepeng sebagai santapan makan siang dikala tanggal tua seperti ini :D Saya tahu dia hanya berniat baik, sangat baik malah dan saya rasa itu adalah bentuk dari sebuah perhatian sesama rekan kerja. 

Saya masih mengelus perut saya yang masih kenyang sambil bersandar pada sandaran kursi di pantry.
Tiba-tiba saja senior saya datang dan berkata, "Ki, lagi cari cowok nggak?"
Saya mendengak dari layar hape Android yang baru saja saya tengok. "Cari cowok?" sambil mengangkat kedua alis mata saya yang berantakan.
"Iya. Ada tamunya Pak Andi tuh lagi berkunjung. Keturunan Arab, single, kaya, punya tampang."
Dan respons saya malah tergelak."Keturunan Arab, kaya trus ganteng, tapi kok single, Pak?"
"Iya yah, kenapa bisa begitu ya?"
"Wah patut dipertanyakan tuh, Pak." Lagi-lagi saya tergelak. "Kalo saya single, wajar, saya bukan siapa-siapa dan nggak punya apa-apa."
"Tapi kalo kamu sama dia, kamu beruntung banget, Ki."
"Iya lah saya beruntung, eh dianya yang buntung dapetin saya. Hehehe."
"Beneran lho, Ki."
Saya diam sejenak, kemudian bilang, "Saya masih senang dengan kesendirian saya, Pak."

Apa saya terkesan terlalu pilih-pilih? Mungkin ya, mungkin tidak.

***

Dua kali sudah saya merasakan bagaimana sakitnya terjembab dalam lubang. Bukan luka yang membuat saya sakit, tapi dampak dari jatuhnya yang membuat saya sakit. Dua kali saya menerima hati orang lain dengan hati saya yang naif dan masih polos, dan dua kali juga saya terluka. Luka yang kedua yang membuat luka saya membekas, mungkin sampai saya akhirnya sendiri di dalam liang lahat. Luka yang menciptakan trauma yang terus menerus menggelayuti saya meskipun saya sedang tertawa terpingkal-pingkal. Trauma yang terkadang membuat saya menarik diri dari dunia sekitar saya dan menciptakan dunia saya sendiri hanya untuk mengutuki betapa bodohnya saya di masa lalu. Kesalahan yang pernah saya lakukan karena menerima seseorang dengan sembarang bermodalkan hati yang masih naif, polos, gamang dan kepercayaan akhirnya menjadikan saya sembarangan dan terjerumus dalam lubang yang selama ini selalu saya hindari. Kesalahan yang membuat saya trauma dan takut luar biasa untuk kembali memulai suatu hubungan.

Jadi apakah saya bisa disebut sebagai pemilih? Mungkin. Pengalaman di masa lalu membuat saya belajar untuk lebih 'berhati-hati' menilai seseorang. Pengalaman di masa lalu saya mengajarkan saya untuk 'tidak lagi naif'. Pengalaman di masa lalu saya mengajarkan saya agar saya 'memilah dengan logika'.

Suatu hari nanti, di saat trauma yang membelenggu saya akhirnya bosan dan melepaskan saya, saya akan keluar dari dunia yang saya kunci. Saya akan mencari dia yang hanya dengan senyumnya bisa menenangkan saya. Dia yang hanya dengan genggaman hangatnya dapat meyakinkan saya bahwa semuanya akan baik-baik saja. Dia yang bisa melihat jauh di dalam mata saya dan mengetahui bahwa saya 'tidak baik-baik saja' di saat saya sedang tertawa untuk menutupinya. Dia yang tidak akan pernah membiarkan saya menangis apapun alasannya. Dia yang tidak pernah memaksakan kehendakknya untuk saya, sekalipun mungkin saya yang akan memaksakan kehendak saya padanya. Dia yang akan memeluk saya disaat saya marah. Dia yang selalu memberikan saya petunjuk setiap kali saya bingung dan bimbang. Dia yang selalu ada setiap kali saya senang atau pun sedih. Dia yang tidak akan pernah marah apa lagi memaki saya di saat dia marah atau sedang tidak mood. Dia yang tidak menilai saya dari masa lalu yang pernah saya jalani, melainkan menerima saya di masa sekarang dan di masa yang akan datang nantinya.

Ya, saya akan mencari 'dia'. Dia yang sama sekali belum saya ketahui seperti apa tatapan matanya, seperti apa suara tawanya, seperti apa bentuk rahangnya, seperti apa caranya berjalan. Dia yang masih absurd dalam bayang-bayang dan harapan saya. 

Yeah, setidaknya mempunyai sedikit harapan adalah cara untuk tetap bertahan hidup dengan normal.

Saya yakin, 'dia' berada diantara ribuan malaikat di luar sana yang juga sedang menanti saya untuk keluar dari dunia saya. Ya, suatu hari nanti. Bukan hari ini, bukan pula besok atau lusa atau hari setelah lusa. Suatu hari, entah kapan.

Sekarang, saya belum ingin mencari apa lagi dicari.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar