Kemarin gue nangis di kantor. Iya, nangis di kantor! Konyol memang kedengerannya, tapi kalau tau apa yang melatarbelakangi tangisan gue, gue rasa nggak akan bisa disebut konyol.
Jadi, sore kemarin gue iseng-iseng ngebuka sebuah blog dari salah satu teman gue, awalnya ngebaca postingan-postingan dia yang mengutarakan isi hatinya tentang kekesalannya terhadap saudara-saudara dan ibunya. Tadinya gue ngebaca postingan dia dengan hati yang ikut 'mengiyakan' apa yang dia rasakan terhadap keluarganya. Namun kemudian mata gue tergerak untuk membuka postingan yang berjudul "Ibu Pergi."
Awalnya gue membaca hanya dengan rasa penasaran dengan cerita hati teman gue itu. Paragraf demi paragraf gue baca dan gue mulai memahami isi cerita dari teman gue itu. Dan ya, mata gue mulai berkaca-kaca. Ini bukan cerita mengenai rasa kesalnya yang sebelumnya di ceritakan di postingan pertama yang gue baca. Bukan, ini tentang cerita kepergian ibunya. Kepergian, perpisahan dimana nggak ada pertemuan kembali dengan perempuan yang telah melahirkannya. Saat menulis ini pun mata gue kembali berkaca *semoga nggak sampe nangis lagi seperti kemarin.
Tentang kepergian ibunya yang kembali pada panggilan Tuhan, dan menetap selamanya di sisi-Nya. Saat itulah gue menangis. Nggak perduli dengan OB yang meledek gue karena tiba-tiba saja menangis, well, dia nggak tau apa yang membuat gue menangis, gue menangis bukan hanya karena ikut berduka dengan kepulangan ibu teman gue, tapi pikiran dan hati gue pun langsung tertuju pada Ibu. Ibu gue.
Banyak kesamaan antara almarhum ibu teman gue dengan ibu gue, itu yang membuat gue menangis, apa jadinya gue jika gue berada pada posisi teman gue? Apa gue akan sekuat dia? Apa gue akan bisa menerima kesepian rumah tanpa omelan-omelan ibu? Apa gue bisa bertahan tanpa ibu yang selalu mengingatkan gue untuk shalat? Apa gue masih sanggup bergadang demi menyelesaikan tulisan gue tanpa ibu yang mengomeli gue karena besok paginya gue harus kerja? Apa gue masih bisa pulang kerumah tanpa ibu yang bertanya 'udah makan, De?' setiap kali gue lembur? Apa gue masih bisa menjalani lembur-lembur gue tanpa telepon dari ibu yang bertanya 'dapet makan ga, De?' atau 'pulangnya jam berapa?' atau 'nanti pulangnya sama siapa?' atau 'mau dijemput sama bapak?'. Apa gue bisa bangun tepat waktu tanpa suara ibu yang membangunkan gue untuk shalat subuh? Apa gue bisa bertahan berlama-lama di dalam rumah tanpa cerita-cerita lucu dari ibu? Apa gue bisa tahan nonton film tanpa ibu yang selalu tanya-tanya jalan cerita film padahal sama-sama baru nonton? *ah...gue beneran nangis lagi kan...
Gue pun berlanjut membaca postingan yang lainya, masih cerita duka mengenai kepergian almarhum ibunya. Dan air mata gue makin semena-mena mengalir gitu aja. Mengingat begitu banyak kesalahan dan pengkhianatan yang udah gue lakukan terhadap ibu. Mengingat gue pernah membuatnya menangis karena gue yang telalu mengutamakan keegoisan gue. Mengingat gue pernah dan sering membuatnya kecewa dan marah. Mengingat gue belom bisa memberikan apapun untuk kebahagiaannya.
Dan saat itu hal yang ingin gue lakukan adalah meninggalkan kantor, membatalkan lembur gue dan segera pulang. Melihat ibu, bertemu ibu dan bilang kalo gue sayang banget sama ibu.:')
![]() |
| gambar dari sini |


Tidak ada komentar:
Posting Komentar