Minggu, 30 Juni 2013

All I need is my Bestfriend and my friends



Saya benci menjadi sensi seperti ini. Setiap kali datang bulan, mood saya langsung anjlok tanpa notifikasi terlebi dahulu. Saya sama sekali nggak suka keadaan saya dimana mood saya naik turun seperti ini. Saya ingin menjalani setiap detik hari saya dengan tawa, sesekali meledek orang lain, bercanda, ngerumpi, mendengarkan gosip-gosip terbaru, menjalani kegiatan saya dengan hati yang riang gembira, bukan dengan cemberut bibir manyun lima senti seperti ini. Ini sungguh menyebalkan. Sigh!

Disaat ‘tamu bulanan’ ini datang, nggak ada yang bisa saya lakukan untuk menunjukkan senyum, tawa bahkan keisengan saya seperti biasa. Saya akan lebih diam, walaupun saya ingin sekali ikut nimbrung ngobrol dan bercerita, walaupun saya ingin sekali ikut tertawa seperti mereka, tapi selalu ada sesuatu tak kasat mata yang menahan saya untuk tetap diam di tempat dan hanya menjadi penonton dan pendengar yang tersenyum ala kadarnya. 

Saya akan kesal dan benci dengan suara telepon di meja kerja saya. Saya akan benci dengan suara bos saya yang memanggil saya. Saya akan benci jika ada orang lapangan yang mengampiri meja saya. Saya akan benci semua hal, kecuali…jika saya berada di tengah teman-teman terdekat saya.

Ya, hanya dengan berada diantara sahabat dan teman-teman saya dan menggila bersama mereka, saya akan lupa bahwa saat ini, ‘tamu bulanan’ saya sedang datang. *love ya’ guys* *big hug*

Hanya dengan berimajinasi dengan mereka, saya akan sama sekali lupa bahwa saya ‘seharusnya’ dengan sensi dan bukan tertawa-tawa. 

Jadi, intinya, disaat “tamu bulanan” ini datang, yang saya butuhkan adalah sahabat saya, Devi. Dan teman-teman seperjuangan saya yang lainnya, yang selalu bisa berimajinasi dengan liarnya. Hanya itu yang mampu merubah cemberut bibir manyun lima senti saya dengan gelak tawa yang bikin pipi pegal.

Wish, I always have them in my entire life.









Senin, 24 Juni 2013

Dream about you, Mr. A

here
I didn't know what happen to me, but last night I remembered that I dreamed about you, Mr. A.

How are you anyway? Hope you were in good. It's been a long time we never see each other anymore since we were break up. Maybe around two years. And after this two years I finally dream about you. I saw your face clearly. Huh...what a shame, huh?

And now I come back make a question about that night, the night when we broke up. Why you never fight for us? Why you just gave in? Why you didn't wipe my tears? Why you let me to lose you? Why?

My sister's boyfriend told me that time, that "If he loves you, he must fight for it."

I was down that time, so when my sister's boyfriend told me like that, I immediately thought that as long as we were together you never love me. I drowned in my tears in three days, thought about you, about our flat conversation, about our laugh, about our habit, about my little sister that always bother our date but you never problem with that, about our conversation in the phone every night, about when the first time you told me that you miss me, about you when you taught my little sister to studied of Religion lesson, about you were always held my hand in public no matter what people stared to us, and you were always respect me like you respect your mother. 

Am I sad? Of course.

Now I just realize that you love me and  you took care of me in your own way. I knew that you wont gave in, but you had to, because you didn't want me to quarreled with my mother. For you, better lose your love than see me quarreled with my parents. And after that moment, I knew you hurt, but you sincere all. You never judges my parents or my family, you just introspection your self and you didn't blame anyone. And now I know why that night you didn't wipe my tears, because if you did it, you couldn't let go of me.

A few days after we broke up, after I heal my self, you came again to met my parents, to farewell with my parents and to thank that you ever have a chance be their son for a while. And for that last night of our, we back sat on the front porch, just made a little awkward and warm conversation. Since that night, I called you "Abang" and you called me "Ade."

This dream made me remember about you, Bang. 





Senin, 17 Juni 2013

SIGH!

here
Saya tidak suka orang-orang penjilat, bermuka dua, dan mereka yang hobi menjelekkan orang lain, senang menjatuhkan nama baik orang lain, senang mengadu domba atau mengkambing hitamkan orang lain.

Saya pribadi pun bukan orang suci, bukan orang baik-baik, bukan orang yang tidak pernah melalukan kesalahan, bukan ahli syurga, bahkan saya tidak lancar mengaji. Tapi paling tidak, 'kejahatan' yang saya lakukan tidak pernah menyusahkan atau membuat susah orang lain. Tidak! Saya selalu berusaha untuk melakukan sesuatu karena kemampuan saya, saya keluarkan semua kemampuan terbaik saya untuk menghasilkan sesuatu yang (saya usahakan) tidak akan merepotkan apa lagi menyusahkan orang lain. Kalau apa yang sudah saya lakukan ternyata menghasilkan sesuatu yang belum bagus, ya sudah, saya tidak akan mengkambing hitamkan orang lain karena kerjaan yang saya lakukan tidak sesuai. Pun saya tidak akan menjilat agar atasan memuji saya. Huuueeekk! Saya bukan pengemis pujian, saya bukan tipe orang yang harus menjilat atau menjatuhkan nama orang lain agar diri saya dilihat baik dan dipuji atasan. I-NEVER-BEING-LIKE-THAT.

Penjilat, bermuka dua, mengadu domba, menjatuhkan orang lain, mengkambing hitamkan orang lain, those fuc*ing things are never wrote in my life's dictionary.

Ada beberapa orang yang sangat, sangat, sangat, sangat menyebalkan, menjengkelkan dan mengesalkan di tempat saya mengadu nasib. Mereka menjilat, menjatuhkan, mengadu domba, mengkambing hitamkan, untuk mendapatkan pujian atau dipuji atau agar dilihat bagus oleh owner. Sigh! Kasihan sekali.

Saya tidak membenci mereka, saya hanya tidak suka dengan cara mereka menyikut dan mencoba untuk menjatuhkan kami. Kenapa saya sebut kami? Karena yang mereka sikut adalah kami yang tidak ada hubungan kekerabatan dengan owner. Saya tidak bilang semua yang mempunyai hubungan kekerabatan itu menyebalkan, tidak. Hanya beberapa (yang tidak perlulah saya sebutkan) selentingan yang tingkat menyebalkannya tinggkat dewa. Memerintah kami seperti memerintah babu, padahal dia bukan bos, tapi lagaknya seperti bos pemilik saham. Grrrh!

Sang owner malah jauh lebih down to earth dari pada mereka. Beliau justru lebih menghargai kami. Setidaknya itu yang saya tahu.

This is a family company. Saya selalu mengingatkan diri dan otak saya akan hal itu, agar emosi saya tidak kalap dan membutakan logika saya. Namun, disaat mereka membuat saya marah atau kesal, saya tidak sungkan menunjukkan kekesalan dan ketidaksukaan saya pada sikap mereka (kalau mereka punya kesadaran) pada beberapa kali saya sering bicara ceplas-ceplos, menangkis pernyataan mengesalkan mereka dengan perkataan saya yang runcing dan membuat mereka harus berkilah mencari alasan dan membuat mereka malah tersudut karena pernyataan mereka sendiri,  padahal saya sudah tahu kejadian sebenarnya seperti apa. Hahaha.

Saya pikir, orang-orang seperti itu hanya ada di sinetron, ternyata di depan mata saya, mereka berkeliaran. Sigh!




Rabu, 12 Juni 2013

Capek deh!

here
Gue pengen teriak. Iya, teriak sekenceng-kencengnya! Kerjaan lama-lama makin kejam dan brutal. *halah* gue semakin nggak punya waktu luang *tapi bisa ngeblog sekarang* untuk beranjak dari tempat duduk gue. Huhuu...bete.

Kenapa begitu banyak bos di kantor ini, ya Tuhan?

Saking banyaknya bos, gue sampe bingung, yang mana yang bener-bener bos yang memang harus gue patuhi. Pasalnya yang satu bilang A, yang satu bilang B, yang satu nyuruh gue untuk bikin C, yang satu nyuruh gue nanti aja. Apa pula sih ini? Ck, hellllooowww.

Dan tau-tau gue mau ditarik untuk ditempatkan diproject yang berlokasi di Jambi! NEVER, EMOH, OGAH, NEHI, TIDAK. Justru gue pengen buru-buru cepet kuliah, trus kelar kuliah, trus cabut dari penjara ini.

Mau gaji dinaikin, kek. Mau difasilitasi, kek. Mau diangkat anak, kek. Pokoknya sekali tidak, tetap tidak.

AAAAAAARRRRRRGGGGGGGGGGHHHHHH.




Senin, 10 Juni 2013

Saya sedang malas (lagi).

OMG (alay mode on) hari ini bener-bener deh, bener-bener malas. Hari apa sih ini? Ah, tau lah, saya sedang malas mencari tau sekarang ini hari apa, tanggal berapa, jam berapa. Diawali dengan berangkat kantor dengan kemacetan yang WOW banget. Lalu, kerjaan di kantor ngalir terus nggak ada matinye. Heeeh, tapi berhubung saya sedang malas, yang saya lakukan di tengah-tengah kejamnya aliran tugas-tugas, adalah mengedit header blog saya ini. See? Tadinya gambar biji-biji kopi, sekarang gambar...err, saya juga nggak tau pasti itu gambar apa, saya cuma ketik kata kunci di google dengan 'window tumblr' kemudian beragam macam gambar-gambar jendela muncul. Dan pilihan saya jatuh pada gambar di atas. 

Lucu ya? Atau biasa aja? Ah, sebodo lah. Eh, saya juga ganti judul blogger saya, tadinya adalah 'chocolatte', dan saya juga ganti deskripsi judulnya, yang tadinya 'saat "RANDOM" bercerita'. Saya memang terkadang cenderung berubah-ubah. Mungkin karena saya masih belum bertemu dengan si jati diri. *halaaaaah*

Saya tengok ke dalam mesin scanner, dan...gleeek, banyak sekali surat-surat yang mengantri untuk segera discan. Dan...tadaaaa, banyak juga surat yang mengantri untuk difax, pun diemail. Astagaaah....ada apa dengan diri saya ini *ketok-ketok kepala pake martil* -___________-''

Apa ini semua pengaruh dari saya yang sedang PMS dan sialnya, tidak lancar? Ya, pasti karena itu. Hah! Saya benci menjadi dan merasa malas disaat hari kerja seperti ini. Satu botol dingin kopi good day-pun tidak membantu saya keluar dari zona kemalasan ini. 

Malaaaaaaas.




Minggu, 09 Juni 2013

Nggak Ada Gunanya.

here
Baru saja aku kembali mengecek email dari smartphone kesayangan. Berniat akan menghapus email-email masuk yang tidak penting dan tidak terlalu penting untuk disimpan. Satu per satu aku telusuri email-email itu dan mataku tiba-tiba terpaku pada namamu dalam inbox, dengan subjek email yang menurutku terlalu mendayu-dayu untuk diucapkan seorang laki-laki. Tadinya ingin langsung kuhapus saja, tapi akhirnya aku baca dahulu, bukan karena kangen atau apa lah, tapi karena penasaran dengan isi yang kau kirim. Penasaran dengan kata-kata melankolis apa lagi yang akan kau usahakan untuk menarikku lagi. Dan, hah, dugaanku tepat, kata-katamu sangat bisa kutebak, Tuan! Dan maaf, hatiku ini sudah terlanjur rapat untuk terbuka kembali apa lagi menerimamu kembali.

Kau bilang ingin seperti dulu lagi? Balikan lagi maksudmu? Ck, apa tidak salah? Kau ingin balikan lagi dengan perempuan yang sudah kau tampar ini? Kau ingin balikan lagi dengan perempuan yang sudah kau rendahkan serendah-rendahnya ini? Kau ingin balikan lagi dengan perempuan yang sudah kau anggap seperti hewan menggonggong ini? Kau ingin balikan lagi dengan perempuan yang keluarga berengsek ini? Apa kau sudah lupa dengan status-status yang kau tulis dulu di twitter?

Ck, ya, aku masih ingat semua, se-mu-a, status-statusmu di akun twitter. Semua kata-kata yang tidak pantas untuk kau lontarkan itu. Ya, aku memang sudah memaafkan semuanya. Tapi aku tidak akan bisa melupakannya. Dan tahu-tahu melalui emailku, kau mengirimkan semua tulisan itu. Kata-kata mellow, mendayu-dayu dan menyedihkan itu untuk kembali membuatku melihatmu dan menerimamu lagi. Oh, aku sudah tidak akan pernah mau untuk kembali melangkahkan kakiku kepadamu. Lagi pula, untuk apa sih kau memintaku kembali? Untuk kembali menggores hatiku? Untuk kembali menguji kesabaran yang dulu pernah kuberikan? Untuk kembali merendahkanku? Untuk kembali mengata-ngatai aku dan keluargaku? TIDAK. Terima Kasih!

Kalau saja mulutmu bisa kau jaga, mungkin aku bisa kembali tersenyum kepadamu, tapi bukan untuk kembali kepadamu. Sayangnya, kau tidak pernah bisa menjaga lisanmu. Seharusnya kau memahami pepatah yang mengatakan "Lidah itu lebih tajam dari pada pisau." dan "Mulutmu adalah harimaumu." supaya kau bisa belajar bagaimana memilih perkataan untuk kau ucapkan kepada berbagai orang.

Ah ya, ada satu kalimat yang membuatku ingin tertawa membaca email darimu. Kalimat dimana kau begitu yakin bahwa aku masih menyayangimu. Bagaimana kau bisa seyakin itu, Tuan? Sementara untuk melihatmu saja rasanya aku malas sekali. Huuuft.

Aku beritahu saja ya, rasa sayangku sudah kau hilangkan. Kenapa aku bilang, kau yang menghilangkan? Ya, karena semua kata-kata kasar dan kotormu yang membuat rasa sayangku dan rasa perduliku habis tak tersisa. Kau sendiri yang membuat aku pada akhirnya hilang rasa (baca: ilfil) kepadamu. Dan bukan hanya aku ternyata yang kau buat seperti itu, beberapa orang juga kau buat ilfil dan jengkel dengan segala sifat kekanak-kanakanmu. Grow Up, Dude. You're not a kid anymore!

Oh ya, kulihat kau kirim tiga email, satu email pada bulan Maret. Dan dua email pada bulan Mei. Dan aku baru membacanya di bulan Juni. Dan, emailmu masuk dalam kategori email tidak penting yang kuhapus.

Maaf ya, kalau kata-kataku agak sinis sekarang. Karena memang inilah aku yang sekarang. Well, aku tetap aku, namun dengan cara pandang hidup yang berbeda 180 derajat.

Tangisan tidak akan mengembalikan waktu, tidak akan memperbaiki keadaan, tidak akan mengubah sesuatu yang telah terjadi. Jadi buat apa kau menangis? Hanya membuatmu capai saja kan? Huh. Kenapa kau tidak bisa berpikir rasional saja sih? Hidup itu terus berjalan, untuk apa kau terus-terusan jalan ditempat yang sama tanpa hasil?

Hah, kuharap tidak akan ada email-email masuk lagi darimu, atau rasa ilfilku akan semakin menjadi-jadi.





Selasa, 04 Juni 2013

Meja Baru

Gue lagi merasa bangga sekaligus jatuh cinta sama...kamar gue! Iya, sama kamar, karena ada satu furnitur yang membuat kamar gue berasa jadi begitu...pas untuk gue. Yakni, meja baru. Eits, ini bukan meja baru yang sengaja beli. Bukan, meja yang ini adalah handmade by gue. Iya, gue, saya, aku. Hahaha *ketawa bangga. 

Awalnya setelah kamar gue abis direnov (baca : dibenerin plafon-plafon yang bocor), gue berniat mau beli meja untuk tempat gue ngetik. Tapi ternyata, ibu gue dengan sangat pengertiannya, pindahin meja belajar adek gue yang tadinya ada di ruang keluarga jadi di dalam kamar gue. Saat itu, seneng banget gue, nggak perlu lagi buka-buka meja lipet tiap kali mau ngetik naskah dan nggak perlu repot beberes lagi kalo ngetik baru kelar menjelang Subuh :')

Tapi seiring berjalannya waktu, adek gue pun makin banyak kesibukan dan semakin banyak peralatan lenongnya di atas meja, mulai dari buku-buku pelajarannya, buku-buku main guru-guruannya, boneka barbienya, tempat-tempat pensilnya yang beragam sampe papan congklak ada di sana. Sigh!

Mengingat gue nggak bisa ngetik dalam keadaan yang nggak kondusif seperti itu *preeet*, niat awal gue untuk beli meja pun kembali muncul ke permukaan. Tapi berubah haluan, bukan beli melainkan bikin. Iya, gue putuskan untuk bikin sendiri aja meja khusus untuk taro laptop dan sebagai zona ngetik gue. Hitung-hitung untuk meminimalisi budget yang bisa gue alokasikan untuk keperluan yang lebih penting. *tsaaaaaah*

Meja mungil yang gue buat ini, dibuat dari barang-barang yang sudah nggak terpakai lagi, dari pada dibuang, mendingan gue pungut dan menjadi 'sesuatu' yang lebih berguna. Cerdas kan gue? Haha. Dari biaya yang kemungkinan bisa keluar seratus ribu lebih (kalo beli meja baru), ini hanya keluar kocek dua puluh enam ribu saja. Cihhuuuuyy.

Meja yang gue bikin nggak ribet, cuma bentuk kotak biasa yang gue buat sesimple dan semuat mungkin dengan sisa lahan di kamar gue. Dan cuma butuh waktu kurang lebih dua jam doang ngebuatnya, udah gitu nggak ada resiko apapun karena nggak melibatkan paku dan palu apa lagi gergaji. Nope!

Yang gue butuhin cuma lakban bening besar, double tip, gunting, dua lembar kertas kado dan empat buah kardus bekas kertas A4 yang kondisinya masih baik. Percayalah sodara-sodara, kardus bekas kertas A4 ini jauh lebih strong dibandingkan kardus bekas mie instan. Apalagi dengan tutupnya yang multifungsi, dalam kasus kali ini adalah sebagai meja. ;)

TADA...ini nih meja mungil imut unyu yang gue buat dengan sepenuh hati.
 Selain meja, gue juga buat mading kecil. You can see it above the table. Isinya foto-foto gue dan teman-teman, serta foto ibu-bapak  dan beberapa quote untuk menunjang semangat serta kepercayaan diri gue. Hohoho.

Well, ternyata untuk menciptakan 'sesuatu' itu nggak perlu mahal, kan.

*kipas-kipas*


 

Senin, 03 Juni 2013

Saya Sedang Malas.

here
Terkadang saya malas. Iya, sangat MALAS, cungguh, ciyus, suweer.. Malas untuk ngapa-ngapain. Hanya ingin glesar-glesor di atas kasur di bawah kain Bali yang saya fungsikan sebagai selimut kesayangan. Lebih malas lagi, jika kemalasan itu sedang akut, tapi waktu seakan nggak bisa menjadi teman yang baik. 

Misalnya, hari Senin, setelah dua hari bebas merdeka tidur bergadang dan bangun keduluan bebek, setelah dua hari bebas hanya mandi ala kadarnya, setelah dua hari bebas menggunakan kaos compang-camping, setelah dua hari bebas menulis tanpa terganggu perintah-perintah bos yang nyuruh ini-itu, setelah dua hari....ah, intinya setelah dua hari merasa bebas, tiba-tiba saja datang hari yang bernama Senin. Dimana saya dipaksa untuk melek lebih awal karena harus mengerjar waktu ke kantor agar tidak terjebak macet yang semena-mena. Dimana kerjaan jauh lebih banyak dua kali lipat dari hari Jumat, dan dimana saya tidak bisa pulang lebih awal. Sigh!

Seperti hari ini nih, sudah berniat dengan tekad bulat penuh, saya ingin pulang ON TIME (baca: jam 17.00). Disaat saya sedang asik menutup semua tab kerjaan saya pada layar monitor dengan hati riang gembira, tiba-tiba si bos yang baik hati menyuruh saya mengecek email masuk. Ada permintaan personel yang harus hari ini juga diajukan. What the- Ah sudahlah, nggak ada gunanya juga marah-marah. Ini hari Senin. Ini hari mengapa saya begitu MALAS untuk masuk ke dalam gedung ini.

Ugh, terkadang saya benar-benar malas.



Minggu, 02 Juni 2013

Selesai.

here
Lagi-lagi kau kirim pesan-pesan singkat itu melalui temanku. Untuk apa? Untuk menunjukkan penyesalanmu yang sudah terlambat? Untuk meminta maaf dari segala kekhilafanmu yang sangat merugikanku? Oh, tenang saja, apapun niatmu itu, semuanya sudah aku maafkan. Masih terlalu baik, kan, aku memaafkanmu. Ya, aku sudah cukup bosan melihat penyesalanmu yang terus saja mengejar-ngejar maaf dariku. Sekali lagi kubilang, aku sudah maafkan. Kau tenang saja, apa yang sudah terjadi di masa lalu itu sudah aku tutup rapat-rapat dalam sebuah kotak yang kukunci lalu kukubur dalam-dalam di dalam sebuah relung yang tidak akan pernah kugali lagi dengan alasan apapun. 

Aneh sekali rasanya melihat dirimu yang selalu mengemis agar aku mengikhlaskan semua. Hei, sadarlah, siapa sebenarnya yang belum ikhlas menerima keadaan? Aku atau kau? Apa kau tidak bisa melihat aku yang sudah berjalan, bergerak maju dengan diriku yang baru? Dengan diriku yang mungkin tidak akan pernah kau kenal lagi. Tidak kah kau sadar, kau hanya berjalan di tempat, menyalahkan dirimu sendiri yang seharusnya sudah terlupakan oleh waktu, dan kau menyiakan waktumu hanya untuk bergelung dengan rasa sesalmu. Ingat, rasa sesalmu tidak akan mengembalikan waktu.

Aku katakan, aku ikhlas. Apa aku harus menuliskannya dengan huruf-huruf kapital agar kau dapat membacanya dengan jelas? Baiklah, AKU IKHLAS. Sudah jelas?

Justru seharusnya kau yang mengikhlaskan keadaan. Bukan terus-terusan menyalahkan dirimu atas kesalahan yang sudah terlanjur terjadi. 

Aku sudah ikhlas dan melangkah maju dari jalan setapak yang penuh kerikil menuju jalanan beraspal yang lebar sejak berbulan-bulan yang lalu. Bagaimana bisa kau belum beranjak dari jalan setapakmu yang penuh kerikil itu? Ayolah Bung, kau itu lelaki sedangkan aku hanya perempuan yang sudah tidak mempunyai apa-apa lagi.

Aku tidak akan meminta maaf karena tidak ingin lagi berjumpa denganmu. Yang bisa kukatakan adalah, kita sudah selesai. Aku tidak ingin lagi memulai cerita baru jika aku bertemu lagi dengamu. Tidak. Sudah cukup semua cerita kita yang sekarang sudah kututup rapat dalam benak yang kurekatkan. Aku tidak ingin bertemu denganmu karena kemungkinan besar, dengan melihatmu hanya akan menguak bekas luka yang susah payah kusembuhkan. Tidak akan ada lagi 'kita'. Sekarang yang ada hanya 'aku' dan 'kau' dan jalan kita masing-masing.

Kuharap kau mengerti. Jika kau masih tidak mengerti juga, entahlah, harus menjelaskan dalam bahasa apa lagi kepadamu.

And for me, life must go on!



Dear Lexie.


My Lexie

Apa kabarmu di sana, Lex? Sehat, kah? Makin gemuk, kah? Kuharap kamu semakin bulat. Ah, rindu sekali aku padamu, Lex. Rindu pada setiap canda kita dan hanya aku yang tertawa sementara kamu hanya menatapku dengan sepasang mata kuning menyalamu.

Apa kamu masih mengingatku? Aku yang dulu selalu mengusapmu dengan sayang, menggendongmu, menggarukmu, menjahilimu, mencium kepalamu, memakaikanmu aksesoris di kepalamu dan kamu hanya diam, merangkul dan menenangkanmu setiap kali dia memarahimu atau memukulmu. 

Oh, hatiku pilu setiap kali dia melakukannya padamu, Lex. Dia bahkan tidak pernah menuangkan makananmu apa lagi membersihkan kandangmu. Tapi dia sungguh ringan tangan untuk memukulmu. Ingin sekali rasanya kupukul dia balik, agar dia tahu seperti apa rasanya.

Aku rindu sekali ngobrol denganmu di malam hari. Rindu curhat denganmu, dan kamu adalah teman sekaligus pendengar setia sekaligus pemegang rahasia paling hebat. Kamu tidak akan pernah mengancam akan membuka rahasia-rahasia kecilku jika aku sedang marah atau kesal padamu. Kamu malah mendekatiku, menggosokkan badanmu pada kakiku lalu menindih telapak kakiku dengan tubuh gempal berbulu putihmu yang berat.

Apa kamu masih ingat, Lex, setiap kali habis kumandikan kamu, aku selalu menggendongmu dengan handuk yang kering. Kukeringkan tubuhmu yang berbulu lebat dengan sayang sambil kugendong kamu seperti bayi. Karena kamu takut dengan suara bising yang keluar dari mesin hairdryer dan kamu tidak menyukai angin yang bertiup dari mesin kipas angin. Jadi satu-satunya cara untuk mengeringkanmu adalah dengan menggosokkan handuk kering itu pada tubuhmu yang besar, sampai setengah kering lalu kumasukkan kamu ke dalam kandang biru itu untuk kujemur di teras, di bawah sinar matahari pagi, dan kamu menyukainya, Lex.

Ah, Lexie, aku bahkan rindu dengan suaramu yang mellow, suara yang sangat tidak ‘pas’ dengan bobot badanmu yang besar :’)

Semoga pemilik barumu lebih menyayangimu dari pada aku, atau setidaknya, mereka menyayangimu seperti aku yang selalu menyayangimu.

Sungguh, Lex. Aku rindu sekali padamu.

abis mandiin Lexie. See? He just like a baby :)