![]() |
| here |
Lagi-lagi kau kirim pesan-pesan singkat itu melalui temanku. Untuk apa? Untuk menunjukkan penyesalanmu yang sudah terlambat? Untuk meminta maaf dari segala kekhilafanmu yang sangat merugikanku? Oh, tenang saja, apapun niatmu itu, semuanya sudah aku maafkan. Masih terlalu baik, kan, aku memaafkanmu. Ya, aku sudah cukup bosan melihat penyesalanmu yang terus saja mengejar-ngejar maaf dariku. Sekali lagi kubilang, aku sudah maafkan. Kau tenang saja, apa yang sudah terjadi di masa lalu itu sudah aku tutup rapat-rapat dalam sebuah kotak yang kukunci lalu kukubur dalam-dalam di dalam sebuah relung yang tidak akan pernah kugali lagi dengan alasan apapun.
Aneh sekali rasanya melihat dirimu yang selalu mengemis agar aku mengikhlaskan semua. Hei, sadarlah, siapa sebenarnya yang belum ikhlas menerima keadaan? Aku atau kau? Apa kau tidak bisa melihat aku yang sudah berjalan, bergerak maju dengan diriku yang baru? Dengan diriku yang mungkin tidak akan pernah kau kenal lagi. Tidak kah kau sadar, kau hanya berjalan di tempat, menyalahkan dirimu sendiri yang seharusnya sudah terlupakan oleh waktu, dan kau menyiakan waktumu hanya untuk bergelung dengan rasa sesalmu. Ingat, rasa sesalmu tidak akan mengembalikan waktu.
Aku katakan, aku ikhlas. Apa aku harus menuliskannya dengan huruf-huruf kapital agar kau dapat membacanya dengan jelas? Baiklah, AKU IKHLAS. Sudah jelas?
Justru seharusnya kau yang mengikhlaskan keadaan. Bukan terus-terusan menyalahkan dirimu atas kesalahan yang sudah terlanjur terjadi.
Aku sudah ikhlas dan melangkah maju dari jalan setapak yang penuh kerikil menuju jalanan beraspal yang lebar sejak berbulan-bulan yang lalu. Bagaimana bisa kau belum beranjak dari jalan setapakmu yang penuh kerikil itu? Ayolah Bung, kau itu lelaki sedangkan aku hanya perempuan yang sudah tidak mempunyai apa-apa lagi.
Aku tidak akan meminta maaf karena tidak ingin lagi berjumpa denganmu. Yang bisa kukatakan adalah, kita sudah selesai. Aku tidak ingin lagi memulai cerita baru jika aku bertemu lagi dengamu. Tidak. Sudah cukup semua cerita kita yang sekarang sudah kututup rapat dalam benak yang kurekatkan. Aku tidak ingin bertemu denganmu karena kemungkinan besar, dengan melihatmu hanya akan menguak bekas luka yang susah payah kusembuhkan. Tidak akan ada lagi 'kita'. Sekarang yang ada hanya 'aku' dan 'kau' dan jalan kita masing-masing.
Kuharap kau mengerti. Jika kau masih tidak mengerti juga, entahlah, harus menjelaskan dalam bahasa apa lagi kepadamu.
And for me, life must go on!


Tidak ada komentar:
Posting Komentar